Selasa, 13 November 2012

Filsafat Al-ghazali


MAKALAH
AL - GHAZZALI

PEMBAHASAN
AL - GHAZZALI
1.      Riwayat Hidup Al-Ghazali
Namanya Abu Hamid bin Muhammad bin Ahmad Al-Ghazali, mendapat gelar Hujjatul Islam. Ia lahir tahun 450 H. Di Thus., suatu kota kecil di Khurasan (Iran). Nama Al-Ghazali kadang-kadang diucapkan Al-Ghazzali (dua z). Kata ini berasal dari ghazzal, artinya tukang pintal benang, karena pekerjaan ayah Al-Ghazali adalah memintal benang wol. Sedangkan Al-Ghazali, dengan satu z, diambil dari kata ghazalah, nama kampung kelahiran Al-Ghazali, yang terakhir inilah yang banyak dipakai.
Ayah Al-Ghazali adalah seorang tasawuf yang saleh. Ia meninggal dunia ketika Al-Ghazali beserta saudaranya masih kecil. Akan tetapi, sebelum wafatnya ia telah menitipkan kedua anaknya itu kepada kepada seorang tasawuf pula untuk dibimbing dan dipelihara.
Al-Ghazali pertama-tama belajar ilmu agama di kota Thus, kemudian meneruskan di kota Jurjan, dan akhirnya di Naisabur pada Imam Al-Juwaini sampai yang terakhir ini wafat pada tahun 478 H./1085 M. Kemudian ia berkunjung kepada Nizam Al-Malik di kota Mu’askan. Daripadanya ia mendapatkan penghormatan dan penghargaan yang besar sehingga ia tinggal di kota itu selama enam tahun. Pada tahun 483 H./1090 M. Ia diangkat menjadi guru di sekolah Nidzamiah Baghdad. Pekerjaan itu dilaksanakannya dengan sangat berhasil. Selama di Baghdad, selain mengajar, ia juga memberikan bantahan-bantahan terhadap pikiran-pikiran golongan batiniah, Ismailiyah, golongan filsafat, dan lain-lain.[1]
Sementara itu, ia tertimpa keragu-raguan tentang kegunaan pekerjaannya sehingga ia menderita penyakit yang tidak bisa diobati. Pekerjaannya itu kemudian ditinggalkannya pada tahun 488 H. Untuk pergi ke Damsyik. Di kota ini ia merenung, membaca, dan menulis, selama kurang lebih lima tahun, dengan tasawuf sebagai jalan hidupnya.
Kemudian ia pindah ke Palestina. Di sini pun ia tetap merenung, membaca, dan menulis dengan mengambil tempat di Masjid Baitil Maqdis. Sesudah itu, tergeraklah hatinya untuk menjalankan ibadah haji. Setelah selesai, ia pulang ke negeri kelahirannya, kota Thus. Di sana ia tetap berkhalwat dan beribadah. Keadaan itu berlangsung selama 10 tahun sejak dipindahkannya ke Damsyik. Dalam masa ini ia menuliskan buku-buku yang terkenal, antara lain Ihya ‘Ulumuddin.
Karena desakan para penguasa, yaitu Muhammad, saudara Barkhijaruk, Al-Ghzali mau kembali mengajar di sekolah Nidzamiyah di Naisabur pada tahun 499 H. Tetapi, pekerjaan ini hanya berlangsung selama dua tahun. Akhirnya ia kembali ke kota Thus lagi. Di sana kemudian ia mendirikan sebuah sekolah untuk para fuqaha dan sebuah biara untuk para mutasawwifin. Di kota itu pula ia meniggal dunia pada tahun 505 H./1111 M. Dalam usia 54 tahun.

2.      Hasil Karya
Karya al-ghazali diperkirakan mencapai 300 buah, diantaranya adalah  :
a.       Maqoshid Al-falasyifah (tujuan – tujuan para filusuf), sebagai karangannya ynag pertama dan berisi masalah-masalah filsafat.
b.      Tafahut al-falasifah (kekacauan pikiran para filusuf), buku ini dikarang sewaktu ia berada di Baghdad.
c.       Mi’yar al-ilm (criteria ilmu-ilmu)
d.      Ihya ulum al-dien (menghidupkan kembali ilmu-ilmu agama), buku ini merupakan karyanya yang terbesar yang dikarangnya selama beberapa tahun dalm keadaan berpinndah-pindah antara Damaskus, Yerusalem, Hijjaz, dan Thus yang berisi paduan antara pikih, tasawuf, dan filsafat.
e.       Minhaz Al-Abidin (jalan mengabdikan diri kepada Tuhan)
f.       Al-iqtishab fi al-I’tiqod (moderasi dalam aqidah), dan masih banyak lagi karangan atau karya besarnya.
3.      Pemikiran Filsafat Al-Ghazali
a.       Efistimologi
Sebagaimana dijelaskan Al-ghazali dalm bukunya Al-munqidz min al-dhalal,[2] ia ingin mencari kebenaran yang sejati yaitu kebenaran yang diyakininya betul-betul kebenaran, seperti kebenaran 10 lebih banyak dari 3. “sekiranya ada orang yang mengatakan bahwa 3 itu lebih banyak dari 10 dengan argument bahwa tongkat dapat  ia jadikan ular, dan hal itu memang betul ia laksanakan, saya akan kagum melihat kemampuannya, sungguhpun demikian keyakinan saya bahwa 10 lebih banyak dari tiga tidak akan goyah”. Seperti inilah menurut al-ghazali pengetahuan yang sebenarnya.
Pada mulanya al-ghazali beranggapan bahwa pengetahuan itu adalah hal-hal yang dapat ditangkap oleh panca indra. Tetapi, kemudian ternyata baginya bahwa panca indra juga berdusta. Contohnya, sikap skeptic yang menimpa diriku dan yang berlangsung lama, telah berakhir dengan suatu keadaan, dimana diriku tidak mempercayai kepada pengetahuan indrawi, bahkan keragu-raguan ini semakin mendalam, dengan perkataannya : “bagaimana pengetahuan indrawi itu bisa diterima. Seperti misalnya penglihatan sebagai indra yang terkuat. Ketika engkau melihat bayangan di sangkarnya diam, tidak bergerak. Tetapi dengan eksperimen dan analisa, sesudah beberapa saat, engkau melihat bahwa bayangan itu bergerak, meskipun tidak sekaligus, melainkan perlahan-lahan, sedikit demi sedikit, hingga diketahui sebenarnya bayanga itu tidak mengenal diam. Demikian pula ketika engkau melihat bintang, maka dikira ia kcil sebesar uang dinar, tetapi se benarnya menunjukan bahwa bintang itu lebih besar dari pada bumi.”
Karena tidak percaya kepada panca indra,  al-ghazali kemudian meletakan kepercayaannya kepada akal. Tetapi, akal juga tidak dapat dipercaya. Sewaktu bermimpi, demikian menurut al-ghazali, orang melihat hal-hal yang kebenarannya betul-betul, namun setelah bangun ia sadar bahwa apa yang ia lihat benar itu sebetulnya tidaklah benar.
Ketiaka menguji pengetahuan indrawi ia menggunakan argumentasi factual atas kelemahannya. Tetapi ketika membuktikan adanya sumber pengetahuan yang lebih tinggi daripada akal, ia hanya dapat menggunakan kesimpulan hipotetis (fardhi) saja. Ketika ia mendapat  nur ilahi yang disebut juga oleh al-ghozali sebagai kunci ma’rifat kedalam hatinya, sehingga ia merasa sehat dan dapat menerima kebenaran pengetahuan a priori yang bersifat aksiomatis. Dengan demikian bagi al-ghozali bahwa  al-dzawq(intuisi) lebih tinggi dan lebih dipercanya dari pada akal untuk menangkap pengetahuan yang betul-betul diyakini kebenarannya.
b.      Metafisika
Lain halnya dengan lapangan metafisika (ketuhanan) al-ghazali memberikan reaksi keras terhadap Neo-platonisme islam, menurutnya banyak sekali terdapat kesalahan filsup. Kekeliruan filsuf tersebut ada sebanyak 20 persoalan (16 dalm bidang metafisika dan 4 dalam bidang fisika) dalam 17 soal mereka harus dinyatakan sebagai Ahl Al-bida, sedangkan dalam 3 soal lainnya mereka dinyatakan sebagai kafir, karena pikiran-pikiran mereka dalam 3 soal tersebut berlawanan sama sekali dengan pendirian semua kaum muslimin. Diantaranya :
1.      Alam qodim (tidak bermula)
2.      Keabadian alam, masa, dan gerak.
3.      Argument rasional bahwa tuhan bukan tubuh (jism)
3 persoalan yang menyebabkan para filsuf dipandang kafir adalah :
1.      Alam kekal (qodim) atau abadi dalam arti tidak berawal
2.      Tuhan tidak mengetahui perincian atau hal-hal yang particular yang terjadi di alam.
3.      Pengingkaran terhadap kebangkitan jasmani di akhirat.
c.       Moral
Ada 3 teori penting mengenai tujuan mempelajari akhlak ; (1). Mempelajari  akhlak sekedar sebagai study murni teoritis, yang berusaha memahami ciri kesusilaan (moralitas) tetapi tanpa maksud mempengaruhi prilaku orang yang mempelajarinya. (2). Mempelajari akhlak sehingga akan meningkatkan sikap dan prilaku sehari-hari. (3). Karena akhlak terutama merupakan subjek teoritis yang berkenaan dengan usaha menemukan kebenaran tentang hal-hal moral.
Al-ghazali setuju ddengan teori ke-2. Dia menyatakan bahwa study tentang al-ilm al-muamalah dimaksudkan guna latihan kebiasaan, tujuan latihan adalah untuk meningkatkan keadaan jiwa agar kebahagaiaan dapat dicapai di akahirat.[3]
d.      Jiwa
Menurut al-ghazali  manusia diciptakan oleh Allah sebagi manusia yang terdiri dari jiwa dan jasad. Jiwa, yang menjadi inti hakikat manusia adalah makhluk spiritual rabbani yang sangat halus (lathifah robbaniyah rohaniyah) istilah-istilah yang digunakan Al-ghazali uuntuk itu adalah al-qalb, ruh, nafs, dan aql.
Jiwa bagi al-ghazali adalah suatu zat (zauhar) dan bukan suatu keadaan atau aksiden, sehingga ia ada pada dirinya sendiri. Jasadlah yang adanya berrgantung pada jiwa bukan sebaliknya. Jiwa berada didalam alam spiritual sedangkan jasad di alam materi.
Menurut al-ghazali, kendatipun para filsuf muslim meyakini keabadian jiwa, tetapi pembuktian mereka dengan  akal, hanya bisa ketaraf kemungkinan. Pengetahuan pasti tentang keabadian atau kebaqo’an hanya diberikan oleh agama. Persoalan yang muncul, bagaimana meyakinkan orang yang ragu-ragu terhadap informasi agama. Bagi al-ghazali, jiwa berasal dari ilahi yang mempunyai potensi kodrati (ashl al-fithrah). Yaitu kecendrungannya kepada kebaikan dan keengganan kepada kekejian. Pada waktu lahir, ia merupakan zat yang bersih dan murni dengan esensi malaikat (alam al-amr, Q.S. 17 :85) sedangkan jasad berasal dari alam al halq. Karena itu kecendrungan jiwa kepada kejahatan (yang timbul setelah lahirnya nafsu) bertentangan dengan tabiat aslinya. Karena itu, jiwa rindu akan alam atas dan ingin mendampingi para malaikat, namun kerap kali diredam keinginan duniawi.

KESIMPULAN
Al-ghzali adalah seorang filsuf islam alam  beraliran tasawuf yang menentang para filsuf islam, yang menurut al-ghazali pemikiran mereka keluar dari aqidah islam.
Karya-karya al-ghazali
·         Maqoshid Al-falasyifah (tujuan – tujuan para filusuf), sebagai karangannya ynag pertama dan berisi masalah-masalah filsafat.
·         Tafahut al-falasifah (kekacauan pikiran para filusuf), buku ini dikarang sewaktu ia berada di Baghdad.
·         Mi’yar al-ilm (criteria ilmu-ilmu)
·         Ihya ulum al-dien (menghidupkan kembali ilmu-ilmu agama), buku ini merupakan karyanya yang terbesar yang dikarangnya selama beberapa tahun dalm keadaan berpinndah-pindah  antara Damaskus, Yerusalem, Hijjaz, dan Thus yang berisi paduan antara pikih, tasawuf, dan filsafat.
·         Minhaz Al-Abidin (jalan mengabdikan diri kepada Tuhan)
·         Al-iqtishab fi al-I’tiqod (moderasi dalam aqidah), dan masih banyak lagi karangan atau karya besarnya.
Pemikirannya dalam bidang
a.       efistimilogi, menurut al-dzawq(intuisi) lebih tinggi dan lebih dipercanya dari pada akal untuk menangkap pengetahuan yang betul-betul diyakini kebenarannya.
b.      Metafisika
c.       Jiwa
d.      Moral.






Daftar pustaka



[1] A mustofa, filsafat islam pustaka setia; bandung 1997
[2] Al-ghazali, al munqiidz min ad-dhalal( karo: al- matba’ah al al-islamiyah, 1977) hal 21-22
[3] Al-ghazali ihya ulum al-dien jilid 3

Senin, 21 Mei 2012

ciri-ciri belajar mengajar


MAKALAH
CIRI – CIRI BELAJAR MENGAJAR
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Strategi Belajar Mengajar
bg
                                       
Disusun Oleh :
Nama                                  NIM
Ucu sulpiani                        102100980
marpuah                              102100949
Pusparos Malida                 102100978
Aliyudin                             102100975




Pendidikan Agama Islam
Fakultas Tarbiyah dan Adab
Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
            SULTAN MAULANA HASANUDIN BANTEN           
Serang, 2011 M/1432 H

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada dasarnya, setiap individu mempunyai kemampuan untuk belajar. Proses semacam ini dialaminya semenjak ia lahir sampai tumbuh dewasa. Adanya suatu kegiatan belajar tidak lepas dari pada tujuan yang hendak dicapai yakni agar mampu mengadakan perubahan-perubahan dalam setiap perkembangannya yang ada.
Adapun tantangan yang dihadapi dalam kegiatan belajar mengajar amat banyak sekali, khususnya pada lembaga pendidikan. Karena diharuskan atau dituntut agar siswa berhasil dalam studinya tersebut.
Kalau dilihat lebih jauh tentang berbagai upaya yang dilakukan dalam mengatasi masalah tersebut, seolah-olah masih terjadi ketidak puasan terhadap siswa dikarnakan tidak sesuai dengan tujuan belajar itu sendiri. Hal ini merupakan tanggung jawab kita bersama agar nantinya siswa dapat mengetahui serta memahami tentang terbagi metode yang harus ia jalani sehingga nantinya akan membuahkan hasil yang sangat memuaskan.
Dalam proses belajar mengajar sangatlah diperlukan suatu metode yang pas yang harus diterapkan dalam kegiatan belajar agar siswa dapat mencapai suatu keberhasilan.
Disinilah kita membutuhkan suatu renungan pemikiran dan kerja keras untuk memecahkan masalah yang berkenaan dengan belajar mengajar.




II. PEMBAHASAN
A.    Pengertian Belajar Dan Mengajar
1.      Belajar
Pengertian Belajar Cronbach (1954) berpendapat : Learning is shown by a change in behaviour as result of experience ; belajar dapat dilakukan secara baik dengan jalan mengalami.
Menurut Spears : Learning is to observe, to read, to imited, to try something themselves, to listen, to follow direction ; pengalaman dapat diperoleh dengan menggunakan panca indra.
Lester.D. Crow and Alice Crow mendefinisikan : Learning is the acuquisition of habits, knowledge and attitudes ; Belajar adalah upaya untuk memperoleh kebiasaankebiasaan, pengetahuan dan sikap-sikap.
Hudgins Cs. (1982) berpendapat Hakekat belajar secara tradisional belajar dapat didefinisikan sebagai suatu perubahan dalam tingkah laku, yang mengakibatkan adanya pengalaman .
Jung , (1968) mendefinisikan bahwa belajar adalah suatu proses dimana tingkah laku dari suatu organisme dimodifikasi oleh pengalaman.
Ngalim Purwanto, (1992 : 84) mengemukakan belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku, yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman.
2.      Mengajar
Arifin (1978) mendefinisikan bahwa mengajar adalah suatu rangkaian kegiatan penyampaian bahan pelajaran kepada murid agar dapat menerima, menanggapi, menguasai dan mengembangkan bahan pelajaran itu.
Tyson dan Caroll (1970) mengemukakan bahwa mengajar ialah : a way working with students … A process of interaction . The teacher does something to student, the students do something in return ; sebuah proses hubungan timbal balik antara siswa dan guru yang sama-sama aktif melakukan kegiatan.
Nasution (1986) berpendapat bahwa mengajar adalah suatu aktivitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya danmenghubungkannya dengan anak, sehingga terjadi proses belajar.
B.        Ciri-Ciri Belajar
Berdasarkan pengertian belajar, maka pada hakekatnya “belajar menunjuk ke perubahan dalam tingkah laku si subjek dalam situasi tertentu berkat pengalamannya yang berulang-ulang, dan perubahan tingkah laku tersebut tak dapat dijelaskan atas dasar kecenderungan-kecenderungan respons bawaan, kematangan atau keadaan temporer dari subjek (misalnya keletihan, dan sebagainya)”[1]
Dengan pengertian tersebut, maka ternyata belajar sesungguhnya memiliki ciri-ciri (karakteristik) tertentu:
1.      Belajar berbeda dengan kematangan
Pertumbuhan adalah saingan utama sebagai pengubah tingkah laku. Bila serangkaian tingkah laku matang melalui secara wajar tanpa adanya pengaruh dari latihan, maka dikatakan bahwa perkembangan itu adalah berkat kematangan (maturation) dan bukan karena belajar. Bila prosedur latihan (training) tidak secara cepat mengubah tingkah laku, maka berarti prosedur tersebut bukan penyebab yang penting dan perubahan-perubahan tak dapat diklasifikasikan sebagai belajar. Memang banyak perubahan tingkah laku yang disebabkan oleh kematangan, tetapi juga tidak sedikit perubahan tingkah yang disebabkan oleh interaksi antara kematangan dan belajar, yang berlangsung dalam proses yang rumit. Misalnya, anak mengalami kematangan untuk berbicara. Kemudian berkat pengaruh percakapan masyarakat disekitarnya, maka dia dapat berbicara tepat pada waktunya.   
2.      Belajar dibedakan dari perubahan
Perubahan tingkah laku juga dapat terjadi, disebabkan oleh terjadinya perubahan pada fisik dan mental karena melakukan suatu perbuatan berulang kali yang mengakibatkan badan menjadi letih/lelah. Sakit atau kurang gizi juga dapat menyebabkan tingkah laku berubah, atau karena mengalami kecelakaan tetapi hal ini tak dapat dinyatakan sebagai hasil perbuatan belajar.[2]
Gejala-gejala seperti kelelahan mental, konsentrasi menjadi kurang, melemahnya ingatan, terjadinya kejenuhan, semua dapat menyebabkan terjadinya perubahan tingkah laku, misalnya berhenti belajar, menjadi bingung, rasa kegagalan, dan sebagainya. Tetapi perubahan tingkah laku tersebut tak dapat digolongkan sebagai belajar. Jadi perubahan tingkah laku yang disebabkan oleh perubahan fisik dan mental bukan atau berbeda dengan belajar dalam arti sebenarnya,
3.      Ciri belajar yang hasilnya relatif menetap
Hasil belajar dalam bentuk perubahan tingkah laku. Belajar berlangsung dalam bentuk latihan (practice) dan pengalaman (experience). Tingkah laku yang dihasilkan bersifat menetap dan sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan. Tingkah laku itu berupa prilaku (performance) yang nyata dan dapat diamati. Misalnya, seseorang bukan hanya mengetahui sesuatu yang perlu diperbuat, melainkan juga melakukan perbuatan itu sendiri secara nyata. Jadi istilah menetap dalam hal ini, bahwa prilaku itu dikuasai secara mantap. Kemantapan ini berkat latihan dan pengalaman.
C.        Ciri-Ciri Belajar Mengajar
Kegiatan belajar mengajar yang merupakan perpaduan kegiatab siswa yang melakuakan kegiatan belajar serta guru yang melakukan kegiatan pengajaran. Keterpaduan dua aktivitas yang dilakukan guru dan murid pada waktu yang bersamaan tentunya memiliki ciri-ciri tersendiri.[3] Adapun cirri-ciri belajar mengajar sebagai berikut :
1.      Balajar mengajar memilki tujuan
Adapun yang dilakukan manusia semuanya memiliki tujuan. Begitu juga dengan kegiatan belajar mengajar adalah membentuk dan mengembangkan potensi, bakat, dan minat siswa pada tarap yang optimal sesuai dengan tingkat usia dan tingkat perkembangan siswa.
Kegiatan pembelajaran yang dibangun oleh guru dan siswa adalah kegiatan yang bertujuan. Sebagai kegiatan yang bertujuan, maka segala sesuatu yang dilakukan guru dan siswa hendaknya diarahkan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Dengan demikian dalam setting pembelajaran, tujuan merupakan pengikat segala aktifitas guru dan siswa. Oleh sebab itu, merumuskan tujuan merupakan langkah pertama yang harus dilakukan dalam merancang sebuah program pembelajaran.[4]
Ada beberapa alasan mengapa tujuan perlu dirumuskan dalam merancang suatu program pembelajaran :
Pertama, rumusan tujuan yang jelas dapat digunakan untuk mengevaluasi efektivitas keberhasilan proses pembeljaran. Suatu proses pembelajaran dikatakan berhasil manakala siswa dapat mencapai tujuan secara optimal. Keberhasilan itu merupakan indicator keberhasilan guru merancang dan melaksanakan proses pembelajaran.
Kedua, tujuan pembelajaran dapat digunakan sebagai pedoman dan panduan kegiatan belajar siswa. Tujuan yang jelas dapat membimbing siswa dalam melaksanakan aktifitas belajar. Berkaitan dengan itu, guru juga dapat merencanakan dan mempersiapkan tindakan apa saja yang harus di lakukan untuk mambantu siswa belajar.
Ketiga, tujuan pembelajaran dapat membantu dalam mendesain system pembelajaran. Artinya, dengan tujuan yang jelas  dapat membantu guru dalam menentukan materi yang pelajaran, metode, atau strategi pembelajaran, alat, media, dan sumber belajar, serta dalam menentukan dan merancang alat evaluasi untuk melihat keberhasilan belajar siswa.
Keempat, tujuan pembelajaran dapat digunakan sebagai control dalam menentukan batas-batas dan kualitas pembelajaran. Artinya, melalui penetapan tujuan, guru bisa mengontrol sampai mana siswa telah menguasai kemampuan-kemampuan sesuai dengan tujuan dan tuntutan kurikuluum yang berlaku. Lebih jauh dengan tujuan dapat ditentukan daya serap siswa dan kualitas suatu sekolah.[5]     
2.         Ada suatu prosedur
Dalam kegiatan belajar mengajar perlu ditempuh prosedur atau langkah-langkah yang telah direncanakan dan didesain sedemikian rupa untuk mencapai tujuan belajar mengajar yang telah ditetapkan. Prosedur tersebut disusun secara sistematik langkah-langkah demi langkah yang relevan dengan tujuan.
3.         Kegiatan belajar mengajar ditandai dengan penggarapan materi yang khusus
Dalam kegiatan belajar mengajar perlu ditetapkan  meteri khusus/ materi pokok/ materi standar yang dibahawa dalam setiap kali pertemuan tatap muka. Materi harus dipersiapkan dan didesain sedemikian rupa agar mudah dapat dicapai penguasaan materi secara tuntas dalm kegiatan mengajar oleh siswa sebelum kegiatan belajar mengajar berlangsung.
4.         Kegiatan belajar mengajar ditandai dengan pengalaman belajar kepada siswa
Dalam kegiatan belajar mengajar siswa harus mengalami sendiri kegiatan belajar mengajar atau pemberian pengalaman belajar. Pengalaman belajar merupakan serangkaian kegiatan yang harus diperbuat dan dikerjakan oleh siswa secara berurtan untuk mencapai indicator pembelajaran dan kompetensi dasar. Pemberian pengalaman belajar siswa harus memperhatikan urutan dan langkah-langkah pembelajaran. Untuk materi pembelajaran yang memerlukan prasarat tertentu serta pendekatan dan penyajian secara spiral (mudah kesukar, konkret ke abstrak srta dekat ke jauh.[6]
5.         Kegiatan belajar mengajar ditandai dengan pengambangan kecakapan hidup siswa
Seiring dengan pmberian pengalaman belajar kapada siswa, tak kalah pentingnya dalam pembelajaran berbasis kompetensi pada tingkat satuan pendidikan adalah pemberian kecakapan hidup (life skill) kepada siswa. Life skill merupakan pemberian keterampilan-keterampilan kepada siswa untuk dapat menjalankan kehidupan baik sebagai makhluk individu, makhluk social maupun sebagai makhluk tuhan.
Seiring dengan fitrahhnya, manusia terdiri dari tiga dimensi, yaitu jasad, akal dan ruh. Ketiga dimensi dalam diri manusia harus dipelihara agar seimbang (tawazzun). Jika diri manusia hanya dipelihara fisiknya saja, sementara akal dan ruh tidak diperhatikan, maka manusia yang demikian hanya akan kuat fisik atau jasad, tai memiliki hati yang kering dan gersang.sehingga hidupnya hampa dan tidak tentram. Begitu juga halnya jiika manusia yang diasah hanya akalnya saja, sedangkan fisik dan ruhaninya tidak dijaga, maka manusia itu ibarat orang yang memiliki pengetahuan, tapi jasadnya sakit-sakitan, hatipen tidak tentram dan rohaninya tumpul. Demikian pula jika manusia hanya diberi santapan rohani, sedangkan fiiknya lemah, makanya tidak dijaga,, dan akalnya tidak diisi dengan ilmu yang bermanfaat, maka kehidupannya akan menjadi timpang.
6.      Dalam kegiatan belajar mengajar, guru berperan sebagai pembimbing
Dalam kegiatan belajar mengajar peranan guru sebagai pembimbing adalah membuat suasana belajar mengajar menjadi hidup penuh dangan interaksi antara guru dengan siswa dan antara siswa dengan siswa lainnya, serta memberikan motivasi. Guru berperan hanya sebagai mediator dengan sumber belajar lainnya baik manusia seperti nara sumber, maupun non manusia  seperti : buku perpustakaan, laboratorium, lingkungan, televisi, internet dan sebagainya. Dan guru lebih berperan sebagai perancang kegiatan belajar mengajar dengan aktivitas dan pengalaman belajar dilakukan sebesar-besarnya oleh siswa.
7.      Ada batas waktu
Kegiatan belajar ada batas waktunya berdasarkan tujuan yang hendak dicapai. Tujuan tersebut dibataswi dalam bentuk seiap kali pertemuan yang setarap 2 jam pelajaran @ 45 menit. Jangka waktu per catur wulan atau per semester, per tahun atau per jejang pendidikan 6 tahun atau 3 tahun.
8.      Evaluasi
Evaluasi penting dilakukan untuk menilai keberhasilan belajar yang dicapai oleh siswa serta semkaligus keberhasilan pengajaran yang dilakukan oleh guru, serta untuk mengetahui apakah tujuan belajar mengajar yang telah ditetapkan telah tercapai atau belum tercapai. Evaluasi memiliki kegunaan sebagai umpan balik untuk perbaikan proses belajar mengajar  berikutnya maupun di masa yang akan dating baik bagi guru dalam melakukan pengelolaan belajar mengajar maupun bagi siswa dalam melakukan kegiatan.
Dalam arti luas,evaluasi adalah suatu proses merencanakan, memperoleh dan menyediakan informasi yang diperlukan untuk membuat alternative-alternatif keputusan ( mehrens dan lehmens,1978 : 5 ).[7]
Dalam hubungan dengan kegiatan pengajaran .norman.e .groulund .(1976) merumuskan evalusi sebagai berikut : evaluasi adalahsuatu proses yang sistematik untuk menentukan atau membuat keputusan sampai sejauh mana tujuan-tujuan pengajaran telah dicapai oleh siswa .
Fungsi evaluasi dalam proses belajar mengajar
 secara lebih rinci,fungsi evekuasi dalam pendidikan dan pengajarandapat dikelompokan menjadi 4 fungsi :
1.         Untuk mengetahui kemajuan dan perkembangan serta keberhasilan siswa setelah mengalami atau melakukan kegiatan belajar selama jangka waktu tertentu .hasil evaluasi yang di peroleh itu selanjutnya dapat digunakan untuk memperbaiki cara belajar siswa (fungsi normative) dan atau untuk mengisi rapor/surat tanda tamat belajar yang berarti pula untuk menentukan kenaikan kelas/lulus tidaknya seseorang dari suatu lembaga pendidikan tertentu.
2.          untuk mengetahui tingkat keberhawilan program pengajaran. Pengajaran sebagai suatu system terdiri atas beberapa komponen yang saling berkaitan satu dengan yang lain. Komponen-komponen dimaksud antara lain adalah tujuan, materi atau bahan pengajaran, metode dan kegiatan belajar mengajar, alat  dan sumber pelajaran, dan prosedur serta alat evaluasi.
3.         Untuk keperluan bimbingan dan konseling (bk). Hasil-hasil evaluasi yang telah dilaksanakan oleh guru terhadap siswanya, dapat dijadikan sumber informasi atau data bagi pelajaran bimbingan konseling oleh para konselor sekolah atau guru pembimbing lainnya seperti antara lain :
-          Untuk membuat diagnosis mengenai kelemahan – kelemahan dan kekuatan atau kemampuan siswa.
-          Untuk mengetahui dalam hal apa seseorang atau kelompok siswa memerlukan pelayanan remedial.
-          Sebagai dasar dalam menangani kasus-kasus tertentu diantara siswa.
-          Sebagai acuan dalam melayani kebutuhan-kebutuhan siswa dalam rangka bimbingan karier.
4.         Untuk keperluan pengembangan dan perbaikan kurikulum sekolah yang bersangkutan. Seperti telah dikemukakan dimuka, hamper setiap saat guru melaksanakan kegiatan evaluasi dalam rangka menilai keberhasilan belajar siswa dan menilai program pengajaran yang berarti pula menilai isi atau materi pelajaran yang terdapat didalam kurikulum.

 C.    Pembelajaran Terpadu
Ciri -ciri pembelajaran terpadu, yaitu sebagai berikut:
1.      Holistik, suatu peristiwa yang menjadi pusat perhatian dalam pembelajaran terpadu dikaji dari beberapa bidang studi sekaligus untuk memahami suatu fenomena dari segala sisi.
2.      Bermakna, keterkaitan antara konsep-konsep lain akan menambah kebermaknaan konsep yang dipelajari dan diharapkan anak mampu menerapkan perolehan belajarnya untuk memecahkan masalah-masalah nyata di dalam kehidupannya.
3.      Aktif, pembelajaran terpadu dikembangkan melalui pendekatan diskoveri-inquiri. Peserta didik terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran yang secara tidak langsung dapat memotivasi anak untuk belajar.










III. PENUTUP
A.    Kesimpulan
Belajar adalah usaha aktif dari seseorang yang dilakukan secara sadar untuk mengubah            perilakunya sendiri.          
Belajar adalah suatu proses untuk mendapatkan kemampuan agar dapat menggantikan perilaku yang buruk menjadi baik.
mengajar adalah suatu rangkaian kegiatan penyampaian bahan pelajaran kepada murid agar dapat menerima, menanggapi, menguasai dan mengembangkan bahan pelajaran itu.
Ciri – ciri belajar mengajar
1.      Belajar mengajar memiliki tujuan
2.      Ada suatu prosedur
3.      Kegiatan belajar mengajar ditandai dengan penggarapan materi yang khusus
4.      Kegiatan belajar mengajar ditandai dengan pemberian pengalaman belajar kepada siswa
5.      Kegiatan belajar mengajar ditandai dengan pengambangan kecakapan hidup siswa
6.      Dalam  kegiatan belajar mengajar, guru berperan sebagai pembimbing
7.      Ada batas waktu
8.      evaluasi





DAFTAR PUSTAKA
Hamalik, Oemar. 2008. Kurikulum Pembelajaran. (Jakarta : Sinar Grafika).
Indrawati. 2009. Model Pembelajaran Terpadu Di Sekolah Dasar. (Jakarta: Pusat Pengembangan Dan    Pemberdayaan Pendidik Dan Tenaga Kependidikan Ilmu Pengetahuan Alam (PPPPTK IPA).
Purwnto, M. Nglim. 2004. Prinsip-Prinsip Dan Teknik Pengajaran. (Bandung : Rosda Karya)       
Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran. (Jakarta : Kencana)
Syaiful Bahri & Aswan Zain. 2002. Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta : PT.   Raneka Cipta)



[1] Indrawati. Model Pembelajaran Terpadu Di Sekolah Dasar. (Jakarta: Pusat Pengembangan Dan    Pemberdayaan Pendidik Dan Tenaga Kependidikan Ilmu Pengetahuan Alam (PPPPTK IPA), 2009).
[2] Oemar Hamalik. Kurikulum Pembelajaran, (Jakarta : Sinar Grafika. 2008), Hlm. 48-49.

[3] Oemar Hamalik, Kurikulum Dan Pembelajaran, ( Kurikulum Dan Pembelajaran, 2008), Hlm. 68.
[4] Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran, (Jakarta :Kencana, 2006), Hal 61-62
[5] Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran, (Jakarta : Kencana, 2006), Hlm. 61-62.
[6] Syaiful Bahri & Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta : PT. Raneka Cipta) Hlm. 48.
[7]  M. Nglim Purwnto, Prinsip-Prinsip Dan Teknik Pengajaran, (Bandung : Rosda Karya, 2004)                         Hlm. 3.